Kuliner

Bakso Favorit yang Tak Akan Kami Kunjungi Lagi

Bakso adalah makanan favorit suami. Saya sebelumnya tak begitu menyukai bakso, namun semenjak menikah jadi ikutan suka bakso. Apalagi saya tinggal di Malang, dimana bakso enak mudah ditemukan.

Tak perlu jauh-jauh untuk menemukan bakso-bakso favorit kami, di sekitar tempat kami tinggal saja ada beberapa bakso yang sampai diliput media televisi. Dari bakso keliling, bakso pinggir jalan, sampai bakso rumahan yang viral, semua ada di lingkungan kami.

Ada satu bakso yang cukup sering kami kunjungi meski pelayanannya tak ramah. Tak perlu kami sebut namanya. Kami rela kembali ke sana karena kami tak menemukan rasa bakso yang sama dengan bakso-bakso lainnya.

Bapak penjualnya meski tak ramah, ia terlihat sangat memperhatikan cita rasa baksonya. Ia bahkan memberikan tips cara memakan baksonya supaya pengunjung dapat merasakan kenikmatan maksimal saat menyatap bakso buatannya.

Namun akhir-akhir ini kami menyerah dengan bakso ini. Dengan terpaksa, kami memutuskan untuk tidak akan pernah kembali mengunjunginya lagi.

Pelayanan yang Semakin Buruk

pixabay.com

Bapak penjual bakso yang terlihat sangat berdedikasi dengan baksonya sudah tak pernah terlihat lagi melayani pembeli. Pelayanan digantikan oleh orang lain, entah karyawan atau anaknya.

Namun sayangnya, Mbak dan Mas yang menggantikan ini bersikap sangat tidak ramah. Entah apa alasan mengapa mereka tak pernah tersenyum dan menatap pembeli dengan ramah. Entah mengapa jika ditanya tak diindahkan.

Pernah saya bertanya sesuatu, bukannya dijawab malah ditinggal pergi. Pernah juga sama mas-masnya, mau membayar via transfer tak dijawab-jawab sampai pembeli lain datang, dan ia lebih memilih melayani pembeli dulu. Saya yang jengkel langsung mendekatinya, dan tanpa sepatah katapun ia hanya membuka buku dan menunjukkan nomor rekening yang tertulis di sana. Kenapa harus begitu? Memangnya ia tak bisa ngomong baik-baik?

Seenak apa pun baksonya, jika melihat pelayanan tak ramah, jadi malas kan? Jika bapaknya dulu bersikap tak ramah, kami pikir karena memang karakternya seperti itu, namun saya bisa merasakan ketulusannya membuat bakso. Nah, kalau para penggantinya ini yang masih muda, apa alasan mereka untuk tidak ramah kepada kami para pembeli?

Apa cuma ingin meniru gaya bapaknya? Menurut saya sungguh sangat tidak bijak. Mereka yang lebih muda harusnya bisa belajar lebih baik dalam melayani pembeli. Jangan bersikap angkuh seakan-akan pembeli yang membutuhkan mereka.

Kuah Bakso Tak Lagi Hangat

Beberapa kali menikmati bakso ini, kuahnya selalu mampu menghangatkan tenggorokan hingga lambung. Sayangnya, dua kali terakhir saat kami ke sana, kuah baksonya tidak lagi hangat.

Entah karena hemat gas, atau memang belum panas aja kuah baksonya. Tapi dimana kenikmatannya jika bakso tidak lagi panas? Kami pikir ini kesalahan fatal.

Jika memang para penjaga bakso ini memperhatikan rasa bakso, tidak mungkin ia akan membiarkan pengunjung merasakan bakso yang tidak panas. Mulai dari sini, kami sudah malas untuk kembali ke bakso ini.

Mempersulit Pembeli Meracik Baksonya

Setelah sekian lama saya tak mengunjungi bakso ini, akhirnya saya berinisiatif mengajak keluarga besar untuk makan bakso di sana. Siapa tau aja pelayanannya sudah lebih baik. Jika tidak lebih baik, minimal kami bisa menikmati bakso yang enak ini.

Ketika saya datang membawa rombongan, suasana di sana terlihat sangat sepi, padahal ini malam minggu. Terlihat dua wanita yang sok sibuk di depan bakso. Rombongan keluarga saya persilahkan duduk saja, biar saya yang memesan untuk semuanya.

Setelah memesan, saya antarkan baksonya ke meja. Betapa bingungnya saya ketika melihat di meja tak ada saus tomat, kecap, sambal, cuka dan garam seperti dulu. Ternyata semua racikan itu ada di meja kasir. Jadi kami harus kembali ke meja kasir untuk mengambil kecap, saus, sambal, cuka, dan lain lain ke dalam mangkuk-mangkuk kecil. Ribet banget.

Padahal kalau makan bakso suka nambah kecap dan saus di tengah makan bakso. Masa iya kita pelu bangkit lagi meracik semua pelengkap di meja kasir? Lagian, rasanya tidak nyaman sama sekali meracik bakso sambil dilihatin sama penunggu mejanya. Yang bener aja.

Ketika saya tanya, mengapa semua pelengkap ini tidak di taruh di meja saja? Alasannya biar lebih rapi dan bersih katanya. Mejanya juga biar bisa lebih luas, dan agar tidak ada sisa sambal atau saus di mangkuk.

Ya ampun baru kali ini ada warung bakso yang tidak menyediakan segala persausan dan bersambalan di meja. Super aneh banget. Sampai di sini, hati saya berkata, “Ini adalah terakhir kalinya saya kesini, dan tak akan pernah kembali ke sini”.

Kuah bakso tidak panas, pelengkap harus bolak balik ke meja depan. Fix, bakso ini memang tak butuh pelanggan.

2 Comments

  • Amicytia nadzilah

    Duh aku kalau ketemu penjual makanan seperti itu, sekali baru dateng aja,gak mau dateng lagi. Apalagi kalau di cuekin atau gak dilayani baik. Bisa aku tinggalin aja

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *