Uncategorized

Hal Baru – Ketika Menjadi Seorang Istri

Hal Baru – Ketika Menjadi Seorang Istri (Dokumen Pribadi)



Ehem… Ehem… Setelah sekian lama tidak menulis, sekali
menulis judulnya bikin orang pengen banting roti (he?). Istri? Kamu udah nikah? Kapan? Kok
tiba-tiba? Sama siapa? Kok nggak ngundang-ngundang? Kamu udah berani nikah?
Kamu beneran menikah? Kamu…. (ah udah lah)

Hmmm… Maafkan saya teman-teman, tidak ada maksud untuk
melupakan kalian yang tak saya undang. Ini karena keterbatasan waktu dan
tenaga yang saya punya, jadi tidak mampu menjangkau kalian semua yang sebenarnya
selalu ada di dalam hati dan pastinya ada di dalam list perundang-undangan
(alesan klasik yang sedang diusahakan menjadi manis).

Oke baiklah, sejak tanggal 14 April 2017 lalu, saya resmi
menjadi istri dari seorang Om-Om, eh, istri dari seorang lelaki, sebut saja si Om. Kalau diwawancara sampai mendalam, dimana, kapan, dan bagaimana saya
bertemu dengan laki-laki yang satu ini? Biar ringkes saya jawab “Nemu di
jalan terus saya bawa pulang”
udah gitu aja.

Judul tulisan ini adalah “Hal Baru – Ketika Menjadi Seorang Istri”. Maksudnya saya mau berbagi pengalaman sebagai seorang
newbie di dunia per-istri-an. Bisa dibayangkan, saya yang pecicilan, kelihatan
engga dewasa sama sekali, bahkan sering dikira anak sekolahan, tiba-tiba menjadi
seorang istri? 

Yang pertama kali saya pikirkan ketika menyandang gelar ini
adalah:

“Apakah saya akan menjadi seorang ibu-ibu?”

*Tolong jangan bilang ini pertanyaan bodoh, meski memang
kenyataannya begitu.

Sampai saat ini saya masih berproses menuju emak-emak sejati. Sikap dan tingkahlaku saya masih begini-begini saja. Tetap pecicilan dan tetap dibully
layaknya anak SMP (sama suami). Tapi saya menyadari, bahwa sebagai seorang istri, saya memiliki tanggungjawab yang tidak bisa diabaikan. 

Well, ini adalah beberapa hal-hal baru yang saya alami
selama menjadi newbie di dunia per-istri-an:

Selalu dihinggapi pertanyaan “Masak apa ya hari ini?”

Mau
nggak mau, urusan masak memasak ini memang menyita waktu dan pikiran lebih dominan
dibanding pekerjaan lainnya. Setiap pulang ke rumah yang dipikirin selalu “Masak apa ya hari ini?”

Tenyata menyusun menu sehari-hari itu tidak
segampang yang saya pikirkan. Butuh perhitungan yang  cukup rumit meski nggak serumit hubungan tanpa status. Ketika kita punya ide menu masakan, otomatis mikirnya “suami suka
engga ya?”
  semua muaranya ke suami.
Terutama masalah mensinkronkan uang belanja dengan menu yang akan disajikan.
Jadi nggak heran kalau ibu-ibu rela mengejar barang yang harganya selisih
Rp 500,- doang. haha

Gila perabotan
rumah tangga.

Kalau
sudah melihat perabotan rumah tangga itu rasanya kinclong banget di mata, kalau
engga ditahan-tahan bisa kalap. Barang pecah belah, peralatan dapur,
home decore, toples dan lain-lain seperti melambai-lambai minta dibeli. Padahal sebelum menikah, kalau jalan-jalan pasti tujuan utamanya makanan, baju atau buku. Setelah menjadi seorang istri, semua terlihat berbeda.

Suka Bersih-Bersih

Waktu
masih sendiri, meski di kasur ada tumpukan cucian, buku atau peralatan lainnya, saya bisa banget tidur pules. Waktu di rumah orang tua juga fine-fine aja rumahnya
kotor. Kalau ibu ngomel baru deh dibersihin. Setelah menikah, entah mengapa saya jadi risih kalau rumah berantakan. Pengennya
bersihin rumah terus. Maunya rumah terlihat rapi sepanjang hari. Mungkin naluri emak-emak saya mulai terbangun.

Lebih sayang cucian dan setrikaan daripada suami, buktinya dipikirin terus.

Kalau
yang ini, yakin semua ibu-ibu juga merasakan. Males banget kan kalau lihat
cucian numpuk? Setelah  kering pun masih
ada proses nyetrika. Mencuci dan menyetrika ini bagaikan pekerjaan yang tidak
ada habisnya.

Tapi InsyaAllah, dengan membayangkan suami pakai baju bersih dan
rapi jadi semangat ya ibu-ibu mencuci dan nyetrikanya? Haha

Memperkenalkan “make up” pada suami.

Suami saya termasuk orang yang engga paham sama sekali tentang make up. Setiap mau pergi, sambil nungguin saya dandan, suami mesti nanya.

“Apa
bedanya bedak bayi sama bedak yang kamu pakai? Perasaan sama aja… Kenapa
harus bedak itu?”
 

Hmmmm…. Ini nih, baru saya tau setelah
menikah. Dosen saya dulu pernah bilang, “Laki-laki mana tau bedanya bedak
mahal sama bedak yang murah”.
 Maka dari itu, di sini sebagai pemula saya
masih berusaha menjelaskan pada suami perbedaan bedak bayi, herosin, caladin dan bedak ketek
dengan bedak wanita dewasa seperti revlon, maybelline, wardah, dan lain-lain.

“Kenapa
harus pake lipstick, kenapa engga pake kerayon aja? Sama-sama berwarna”
 

Kalau ini suami udah kelihatan engga beresnya. Helloooww, masa lipstick
disamain sama krayon? Bisa dibayangkan betapa saya harus berusaha keras
menjelaskan dengan seksama (meski akhirnya tetep engga ngerti bedanya dimana).

“Kenapa
kudu pake blash on? Itu kenapa bulu matanya kudu dijepit-jepit gitu?”

*just silent and keep doin make up* 

Susahnya mencari panggilan sayang.

Berhubung
kita pacarannya setelah menikah, mencari panggilan sayang itu hal
yang agak membingungkan buat kita.

“enaknya
aku panggil kamu apa ya?”

Sayang
udah biasa, Ay juga udah banyak yang pakai. Honey, kok kayanya terlalu lebay.
Chayankz apalagi, alay banget (tapi pada kenyataannya dia pake juga). Karena nggak menemukan panggilan yang pas, dan sudah lelah
nyarinya, akhirnya suami panggil saya apa coba? Kadang “Tante”,
kadang “Ndut”, “Mbrot”, “Nduk”,
“Nak”
…. Makin sembarangan. Akhirnya saya juga ikutan sembarangan,
kadang panggil “Om”, “Pak” atau “Mamas” sekenanya
deh pokonya.

               

Mungkin
ada dari teman-teman yang mau membantu kami, membereskan kekacauan nama
panggilan ini?? Haha

               

Tujuan pulang kampung bertambah

Biasanya
setiap bulan pulangnya ke rumah orang tua saja, sekarang sudah ada mertua ya
otomatis pulang kampung ke rumah mertua juga. Tak bisa dipungkiri, orang tua
merasa kehilangan ketika kita jadi jarang pulang ke rumah. Tapi apa daya,
tenaga dan waktu yang kita punya terbatas. Meski begitu kita selalu berusaha yang terbaik untuk membahagiakan orang tua. 🙂

               

Senangnya diberi nafkah

Saya tidak menyangka, kalau diberi nafkah sama suami itu rasanya bisa sesenang ini. Pasti ada yang nyeletuk “apalagi kalau jumlahnya banyak”. Hahaha. Kalau jumlahnya banyak ya Alhamdulillah, siapa yang nggak suka dikasih duit banyak? Tapi ini bukan soal jumlah, engga tau kenapa rasanya seneng aja gitu dikasih duit sama suami. Terimakasih suami sudah bekerja keras, semoga barokah ya lelahmu. :*

Sepertinya cukup itu pengalaman yang saya alami selama
menjadi newbie di dunia per-istri-an. Namanya masih newbie tentu masih perlu banyak
belajar. Setelah menjadi istri profesional pun akan ada lebih banyak tantangan
yang harus saya hadapi nantinya.

Semoga Allah memberikan kekuatan dan kemudahan kepada kita untuk bisa menjadi istri yang sholehah, InsyaAllah, Amiin.Semangaaat ya untuk kita para istrii! 😀

 

4 Comments

  • Anis lotus

    Iya mb, saya jg make up nya engga tebel2 kok, sekedarnya aja, tipis2…

    Gitu ya mb, kayanya panggilan sayang saya bakal tetep sembarangan sampe punya anak.. haha

    Terimakasih mb… Amiin yarobal alamiin 🙂

  • April Hamsa

    Saya baru bisa pakai make up setelah anak pertama berusia 4 tahun hihihi. Itupun cuma bedak dan lipstick (iya, buat saya itu udah make up hehehe 😀 ).
    Trus sampai skrng gk punya panggilan sayang, manggil ayah bund akrn nyontohin anak 😀

    Btw selamat ya buat pernikahannya, moga bahagia selalu bersama keluarga kecilnya 😀

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *