Sepanjang sore kemarin entah mengapa saya dilanda
baper. Mungkin karena ada teman yang menanyakan tentang jasa foto
wedding yang saya pakai, jadinya mau nggak mau akhirnya saya buka album foto nikah yang udah lama teronggok dan selama ini nggak ada sekali pun niat untuk membukanya. Ditambah lagi, acara sore itu di salah satu
chanel TV swasta membahas tentang peristiwa-peristiwa melamar kekasih yang super
so sweet.
Jadilah saya buka-buka album foto pernikahan sambil mengingat kembali kerempongan di balik senyum merekah itu. Saya ogah buka album ini bukannya nggak suka sama hasil fotonya, tapi karena saya geli sendiri lihat pose-pose aneh di situ. Hahaha. Bukan cuma saya, tapi suami juga begitu. Dia bener-bener nggak mau lihat foto pernikahan kita, karena pada dasarnya dia nggak suka di foto.
Pada tulisan kali ini saya ingin bercerita ria dengan teman-teman semua tentang halangan dan rintangan apa saja yang saya hadapi dalam merencanakan, mempersiapkan sampai pelaksanaan pernikahan. Ceritanya cukup panjang, jadi kalau kalian lihat paragraf yang bergitu panjang di bawah udah ogah, nggak usah lanjut dibaca. wkwk. Tapi mungkin bagi kalian yang belum menikah dan ingin punya gambaran kerempongannya, boleh lanjut dibaca. Siapa tau bisa jadi gambaran dan pelajaran agar tidak sampai kesalahan yang sama terulang di acara pernikahan kalian. Okey, let’s check this out….
Throwback pada saat itu, dibalik hasil foto yang terlihat lancar-lancar saja, terdapat sejuta kerempongan di dalamnya. Ya, namanya punya hajat pasti rempongnya ya… Punya hajatan itu kudu siap-siap tenaga, pikiran dan mental. Tenaga yang prima untuk pergi ke sana dan kemari mempersiapkan segalanya, Pikiran yang tetap fresh demi kelancaran acara, dan mental yang kuat dari segala omongan orang yang pastinya ada yang enak dan ada juga yang enggak enak didengar. Sampai-sampai ada orang bilang “Kalau pengen diomongin orang, bikin hajatan”. Artinya, siapa pun yang punya hajatan pasti nggak akan lepas dari omongan orang, terutama omongan buruk.
Well, dimulai dari Rintangan Saat Perencanaan Nikah. Waktu itu adalah tentang penetapan tanggal. Keluarga suami saya inginnya setelah bulan syawal, sedangkan saya inginnya sebelum bulan syawal. Keluarga saya sendiri sebenarnya nggak masalah bila pernikahan dilaksanakan setelah syawal, tapi saya yang nggak setuju. Karena kalau nggak jadi nikah sebelum bulan syawal, artinya saya harus menikah tahun 2018, dan itu menunggunya lama banget. Saya nggak mau nunggu terlalu lama yang mana nanti malah jadi nggak jelas atau malah bikin kita terjerumus sama hal-hal yang ingin kita hindari. Mending cari yang lebih siap saja daripada menunggu orang yang belum tentu jadi jodoh kita, begitu pemikiran saya waktu itu.
Saya sudah pasrah dengan apa yang akan terjadi. Kalau nggak disepakati sebelum syawal ya berarti bukan jodoh. Tapi ternyata, terjadi suatu kejaiban saat pertemuan dua keluarga untuk membahas tanggal pernikahan.
Entah bagaimana ceritanya, salah satu dari keluarga suami saya waktu itu ada yang datang terlambat. Pada saat acara dibuka oleh wakil yang telah ditunjuk keluarga besar suami saya, beliau belum hadir. Tiba-tiba saja beliau muncul tepat pada saat diskusi penentuan tanggal dimulai. Tanpa basa basi beliau memperkenalkan diri sebagai Pak Lek dari suami saya, dan mengulang sesi perkenalan seluruh keluarga yang sudah dilakukan sebelumnya. Kemudian beliau mengambil kalender dan menanyakan kepada keluarga kami tentang usulan tanggal pernikahan.
Masih lekat di ingatan saya waktu itu, ayah saya menjawab,
“Kalau usulan dari keluarga kami adalah sebelum bulan Syawal. Karena kan lebih cepat lebih baik… Tapi kalau dari pihak keluarga nak Faisol ada usulan lain kami terima. Selanjutnya kalau pada diskusi kali ini tidak terjadi kesepakatan, keputusan kami serahkan semuanya pada ananda berdua, Anis dan Faisol.”
Dengan mengernyitkan dahi Pak Lek melihat kalender yang dipegangnya seperti sedang mereka-reka tanggalan, kemudian beliau berkata “Oh, ya bagus itu! Lebih cepat lebih baik, daripada lama-lama nanti malah terjadi sesuatu yang tidak diinginkan” AJAIBNYA, semua keluarga besar suami saya menyetujui keputusan itu. Yang terlihat keberatan malah kedua orang tua suami saya, beliau sebenarnya tidak setuju dengan keputusan itu, karena baru saja menikahkan kakak dari suami saya tahun lalu. Namun beliau tidak berkata apa-apa, dan pada akhirnya menerima keputusan keluarga besarnya.
Saya pikir, kejadian tersebut adalah hasil persekongkolan antara suami saya dengan Pak lek-nya. Tapi ternyata tidak. Suami saya saat itu juga pasrah atas keputusan keluarga besar. Dia sudah berusaha membujuk orang tuanya, namun tidak berhasil. Dia juga tidak pernah cerita apa pun kepada Pak Leknya tentang keinginan kita untuk menikah sebelum bulan Syawal. Itu semua adalah keajaiban dari Allah. 🙂
Rintangan Sebelum Pernikahan. Setelah tanggal pernikahan ditetapkan, undangan telah disebar, catering dan terop serta jasa yang lainnya telah dipesan, tanpa di sangka rintangan yang lain datang. Tepat sebelum 40 hari tanggal pernikahan kita, nenek dari suami saya meninggal dunia. Seperti yang kita tau, di Jawa ada tradisi bahwa bila ada kerabat yang meninggal, kerabat lain tidak boleh melangsungkan pernikahan di tahun yang sama. Kalau tetap dilaksanakan pernikahannya, nanti akan terjadi bencana dalam keluarganya.
Keluarga saya bukanlah pengikut tradisi tersebut. Apalagi ibu saya asli sunda, tidak ada keyakinan semacam itu. Keluarga kami galau, karena keluarga suami saya asli Jawa yang dikhawatirkan menganut tradisi tersebut. Sudah tidak mungkin lagi diundur karena semua jasa sudah dibayar.
Beruntungnya, keluarga suami saya ternyata tidak percaya dengan tradisi tersebut. Meski pun sempat ada satu keluarga dari keluarga besar yang tidak setuju pernikahan ini dilanjutkan. Namun berkat dukungan keluarga besar lainnya, akhirnya pernikahan pun tetap dilaksanakan sesuai rencana. Hemh, gimana nggak spot jantung coba! wkwkw
Rintangan Saat Hari H. Saat pernikahan berlangsung pun kami tak lepas dari rintangan. Kejadian yang satu ini bikin saya sempat kesel sama suami. Saya pun mulai mikir yang macem-macem tentang dia. Pasalnya, mulai dari pertemuan awal sampai akhir, dia selalu memilih waktu libur panjang. Seperti nggak rela banget ijin sehari dari pekerjaannya (tapi setelah tau keadaan pekerjaannya sekarang saya mengerti). Saat menentukan tanggal pernikahan pun, dia memilih long weekend. Sebenarnya nggak ada masalah dengan long weekend, tapi kebangetan kalau besok hari mau nikah dia masih belum mengajukan cuti meski cuma sehari dari pekerjaannya.
Bayangkan, besok sore acara ijab qabul, dia masih ada di Malang dan baru akan menuju rumah orang tuanya di Jombang. Long weekend sudah pasti terminal ramai… benar saja, dia nggak dapat bus ke Jombang sampai hampir tengah malam. Akhirnya dia naik bus ke Surabaya dulu, kemudian baru ke Jombang. Itu pun bus ke Jombang tidak ada, semua penuh sampai tengah malam. Beruntungnya ada beberapa orang yang akan menuju Jombang dan ada minibus atau mobil jenis elf yang bersedia disewa.
Greget banget nggak sih?? Jam 02.00 Malam dia baru sampai Jombang, dan besoknya jam 06.00 pagi langsung meluncur ke Bondowoso. Which is perjalanan Jombang ke Bondowoso itu 6-7 jam. Bayangkan aja, ini penganten laki-lakinya masih dalam perjalanan menuju tempat akad. Saat saya di dandani, pengantin laki-laki masih belum sampai juga. Hadeeeh…
Sampai di rumah wajahnya udah kelelahan banget dan saat akad akan dimulai sempet dibangunin karena ketiduran. Untungnya nggak salah-salah ngucapin akad, cukup sekali saja langsung SAH! Haha
Rintangan Saat Resepsi Pernikahan. Kali ini cobaannya masalah catering. Jasa catering yang sudah kita percaya ternyata mengecewakan. Jumlah menu tidak sesuai dengan yang dijanjikan, dan daging yang seharusnya cukup untuk undangan sampai malam tidak dikeluarkan, bahkan basi. Astaghfirullahalazim, cobaan ini benar-benar bikin ibu saya sangat kecewa dengan jasa catering tersebut. Padahal si empunya sudah kenal bertahun-tahun dengan ibu saya. Untungnya semua orang mengerti dan mendukung ibu saya. Tetangga malah marah atas kejadian tersebut, mereka juga menyesalkan mengapa tidak pakai jasa mereka saja untuk jadi tukang masak. Ibu saya memang sengaja pakai jasa catering agar tidak terlalu banyak merepotkan tetangga. Tapi ya namanya cobaan, harus kita hadapi dan kita terima dengan ikhlas.
Rintangan Saat Unduh Mantu. Kali ini rintangannya adalah hujan deras. Halaman depan rumah yang harusnya menjadi tempat tamu duduk dan menikmati jamuan, tergenang air sampai setengah betis. Sampai ada bak makanan yang terapung seperti perahu. Entah cobaan atau berkah, yang pasti hujan deras ini nggak bikin kita sedih. Malah bikin kita ketawa ngakak karena penganten laki-lakinya copot baju dan berubah menjadi ojek payung buat tamu. Banyak tamu yang nggak nyadar kalau yang jadi ojek payung itu pengantennya. Hahahaha
Daaaan itulah semua halangan dan rintangan yang kita lalui sampai akhirnya sah menjadi suami istri. Mungkin ini tidak seberapa ya, dibandingkan dengan kerempongan yang dihadapi oleh teman-teman lainnya. Tapi kita bersyukur dengan adanya semua kejadian tersebut, karena tanpa adanya halangan dan rintangan hidup ini flat brohh! Haha. Sekarang setelah semuanya berlalu, peristiwa-peristiwa tersebut menjadi obrolan yang seru untuk diceritakan kembali. Kita sangat bersyukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kemampuan untuk bisa melewati itu semua hingga semua berakhir bahagia.
Jadi, buat kalian yang mau menikah, persiapkan dengan benar tenaga, pikiran dan mentalnya! Semangaat menuju halal! Semoga bisa menjadi gambaran dan pembelajaran ya… 😀