Malang, Ternyata Kita Berjodoh!
Waduk Selorejo, Malang |
Dulu, waktu masih SMP, ayah saya sering ke malang untuk keperluan dinas. Pulang-pulang bawa apel dan bercerita tentang kota malang yang dingin. Teman-teman saya bercerita bahwa di Malang kita bisa berwisata ke kebun apel dan boleh memetik sendiri. Dari situ saya selalu terbayang kota Malang. Ingin sekali pergi ke sana, tapi apa daya, ternyata liburan sekolahnya ke Bali bukan ke Malang.
Waktu SMA, saya ingin banget kuliah di Malang. Membayangkan udaranya yang sejuk, sepertinya akan sangat menyenangkan menjadi pelajar di sana. Benar saja, waktu study tour ke Universitas Brawijaya, apa yang saya bayangkan nyata adanya. Tapi sayang, ternyata semua itu nggak bisa terwujud karena pada akhirnya saya harus melanjutkan kuliah di kota sebelah, Jember.
Lulus kuliah, saya inginnya bekerja di Malang. Bayangan kota yang sejuk masih saja melekat di benak saya. Sepertinya akan sangat menyenangkan menjadi salah satu warga kota Malang, udah nggak panas, nggak macet, banyak tempat wisata juga. Saya sampai bela-belain ikut tes kerja sendirian naik travel, padahal saya sama sekali buta kota Malang. Sayangnya saya nggak lulus tes. Saya malah diterima bekerja di kota yang panas dan macetnya nggak karu-karuan, yeah Surabaya.
Bisa dibilang bahwa impian saya untuk tinggal di Malang pupus sudah. Saya sudah nggak mengharapkan Malang lagi untuk menjadi kota tempat saya tinggal. Namun, tanpa disangka, ternyata takdir berkata lain. Tak lama tinggal di Surabaya saya dipersunting oleh orang Jombang yang tinggalnya di Malang.
And ya, now here I’m. Malang, ternyata kita berjodoh. Haha.
Jujur saja, saat ini saya masih dalam proses mengenal kota Malang, karena saya baru pindah ke Malang bulan Juli tahun ini. Masih belum tau-apa-apa tentang Malang yang sebenarnya.
Saat ini saya tinggal di Kabupaten Malang, tapi dekat dengan kota. Ternyata, sekarang Malang tak se sejuk seperti yang saya bayangkan dulu. Malang sudah berubah menjadi lebih panas. Meski kalau malam ya tetap dingin. Saya suka lupa pakai jaket kalau keluar, kebiasaan di Surabaya yang panas.
Jalan di Malang sempit, jadi kalau macet nggak bisa selap-selip seperti waktu di Surabaya. Ya, ternyata malang juga Macet, meski saya belum pernah mengalami yang separah di Surabaya.
Kuliner Malang banyak bangeeet. Unik-unik dan harganya terjangkau. Ini yang bikin saya excited banget! Sejauh ini belum banyak yang saya coba sih, karena nggak ada temen dan belum punya banyak waktu. Suami nggak suka diajak makan yang aneh-aneh soalnya. Haha
Kemarin sempet ke Mie Cobek. Saya memang cari mie yang kecil-kecil gitu… Kalau di Surabaya, Mie kecil-kecil favorit saya adalah Mie Rambut atau B 57 TOK, tapi berhubung di Malang nggak ada, jadi saya cari yang lain. Alhamdulillah ketemu sama Mie Cobek yang rasanya juga enak.
Selain kuliner, di Malang saya juga bergabung dengan komunitas rajut yang aktif berkegiatan setiap bulan. Kalau di Surabaya saya nggak sempat ikut komunitas karena kesibukan. Makanya saya seneng banget bisa bergabung di Asosiasi Rajut Korda Malang. Komunitasnya kompak dan aktif banget, jadi bikin saya tambah betah di Malang.
Oya, ada komunitas blogger juga di malang. Namanya Malang citizen. Sekarang saya sedang dalam proses bergabung. Semoga saja saya bisa ikut berkontribusi aktif ya. Saya ikut komunitas ini karena bagaimanapun juga saya butuh teman untuk sharing dan belajar lebih banyak tentang kota malang dan dunia ngeblog.
Well, cukup sekian cerita saya tentang Malang. Masih perlu banyak eksplore biar bisa cerita lebih banyak. See ya! 😀